Angka kejadian gagal jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Gagal jantung adalah permasalahan kesehatan di diberbagai penjuru dunia termasuk Indonesia yang tatalaksananya menghabiskan biaya yang sangat besar namun juga angka kematian yang relatif tinggi. Terdapat banyak hal yang dapat menyebabkan atau memperburuk gagal jantung, diantaranya adalah kelainan tidur yang umum ditemukan dan seringkali dianggap remeh, yaitu yaitu obstructive sleep apnea (OSA) dan central sleep apnea (CSA). Saya hanya akan membahas Obstruktif Sleep Apnea karena kelainan ini sebenarnya banyak terjadi namun tidak terdiagnosa dan tidak mendapatkan terapi. Bagaimana mendiagnosis OSA?Ciri utama Obstructive Sleep Apnea adalah mengorok keras disertai obstruksi atau tersumbatnya jalan nafas bagian atas, sifatnya bisa parsial atau komplit yang menyebabkan terhentinya aliran nafas. Hal ini menyebabkan hipoksia atau kurangnya oksigen dan memicu timbulnya upaya nafas yang berlebih agar jalan nafas kembali terbuka, hal ini tentunya mengganggu tidur. Proses ini dapat terjadi secara berulang hingga ratusan kali dalam semalam dan dikenal dengan Apnea Hypopnea Index (AHI) yang nilainya menentukan beratnya derajat OSA dan dapat diketahui melalui pemeriksaan pola tidur atau Polisomnografi. Konsensus saat ini adalah OSA dapat didiagnosa bila AHI ditemukan lebih besar dari 5 dan dianggap berat bila lebih dari 30. Terganggunya kualitas tidur akan menimbulkan keluhan lelah dan rasa ngantuk yang mengganggu disiang hari dan menimbulkan berbagai permasalahan kesehatan dibidang kardiovaskular berupa tekanan darah tinggi, gangguan irama, terpicunya serangan jantung atau kematian mendadak, stroke, dan dalam jangka panjang gagal jantung. Apa hubungan OSA dengan Penyakit Jantung?Sleep Heart Heart Study yang melibatkan 6424 individu menemukan bahwa OSA dengan AHI > 11 secara mandiri dihubungkan dengan resiko relatif sebesar 2,38 kali mengalami gagal jantung (Shahar, 2001). Pada studi lainnya yang melibatkan 3543 orang yang di follow up sekitar 5 tahun setelah terdiagnosa OSA melalui polisomnography, pasien usia muda (<65 tahun) dengan OSA (AHI>5) lebih mungkin mengalami Fibrilasi Atrium. Studi jangka panjang lainnya yang melibatkan 1651 orang yang di follow up selama 10 tahun, mereka dengan OSA berat (AHI>30) yang tidak mendapatkan terapi memiliki risiko tiga kali lebih besar menjalani revaskularisasi koroner karena serangan jantung dan juga stroke dibandingkan orang sehat (Marin, 2005), hal ini serupa dengan temuan Punjabi. Pada studi yang melibatkan 112 individu yang menjalani polisomnografi ditemukan bahwa mereka dengan OSA lebih berisiko meninggal mendadak pada saat tidur, hal ini sangat berhubungan dengan beratnya derajat OSA (Gami, 2005). Hubungan antara OSA dengan penyakit kardiovaskular dapat dijelaskan dengan melalui mekanisme mekanis yang cukup mudah dimengerti. Upaya pernafasan yang timbul akibat tertutupnya jalan nafas akan menghasilkan tekanan negatif intrathorak yang tinggi, hal ini memiliki efek terhadap struktur dan fungsi jantung. Tekanan inspirasi yang normal sekitar -8 cmH2O, individu dengan OSA dapat memiliki tekanan intrathorak hingga -30 cmH2O atau lebih rendah. Hal ini tercapai melalui upaya nafas / kerja otot pernafasan yang lebih berat. Tekanan negatif intra thorak yang tinggi meningkatkan aliran darah balik ke jantung kanan, pengakibatkan tingginya tekanan transmural ventrikel kiri, yang pada akhirnya dapat menurunkan kompliance dan pengisian ventrikel kiri sehingga terjadi penurunan volume darah yang dapat dipompakan jantung. Hal ini jika digabungkan dengan meningkatnya aktivitas simpatis perifer yang timbul akibat rangsang bangun yang timbul dapat secara buruk mempengaruhi fungsi sistolik ventrikel kiri. Disfungsi diastolik akut yang terjadi dapat mengakibatkan regangan akut atrium atau vena pulmonalis. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya kadar peptida natriuretik atrium (enzim yang dikeluarkan jantung saat jantung teregang - seperti pada pasien gagal jantung) dan gejala umum nokturia (kencing dimalam hari) pada individu dengan OSA. Perubahan tekanan jantung yang sangat dinamis serta naik turunnya tonus simpatik dan parasimpatik yang timbul pada OSA, dapat meningkatkan kemungkinan timbulnya atrial fibrilasi saat tidur. Sebuah gangguan irama yang dapat memicu terbentuknya gumpalan darah dan mengakibatkan stroke. Jika dibiarkan, aktivitas simpatik yang meningkat secara kronis dapat tetap terjadi bahkan saat pasien terbangun disiang hari, hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya detak jantung saat istirahat, menurunnya variabilitas detak jantung, meningkatnya tekanan darah, dan dalam jangka panjang tentunya berdampak buruk untuk jantung. Apa gejala OSA dan akibatnya untuk anda?Secara klinis mekanisme yang mendasari OSA dapat mengakibatkan tekanan darah tidak turun dimalam hari, hipertensi yang resisten terhadap obat, detak jantung cepat yang dengan mudah timbul karena aktivitas simpatik, atau rendahnya detak jantung (bradikardia) akibat aktivitas vagal jantung. Desaturasi oksigen yang berat saat obstruksi jalan nafas dapat mengakibatkan munculnya gangguan irama jantung seperti ventricular extrasystole, sinus aritmia, blok atrioventrikular, fibrilasi atirum yang seiring waktu dapat terus bertambah berat dan menetap. Gejala OSA yang paling umum dikeluhkan pasien adalah lelah saat terbangun dari tidur dan rasa kantuk berlebihan / hipersomnolen disiang hari berupa keluhan jatuh tertidur saat aktivitas sehari-hari seperti membaca, berbicara, makan, dan bahkan saat mengendarai kendaraan. Gejala yang cukup penting pada OSA adalah terhentinya nafas saat tidur, dan hal ini dapat disaksikan oleh pasangan atau orang dekat pasien dimana pesien dengan OSA umumnya akan mengorok, diikuti nafas yang berhenti sesaat. Pada saat inilah otak akan bereaksi atas obstruksi yang timbul dan memberikan rangsang bangun sehingga derajat tidur akan menurun, posisi tidur berubah, dan obstruksi dapat dihilangkan. Bagi orang yang melihatnya penderita dengan OSA akan tampak gelisah saat tidur, kadang seperti tersedak (choking) atau bahkan menyikut pasangan tidurnya. Pada pertemuan tahunan American College of Chest Physicians 2012, disebutkan bahwa dari 124 orang terdiagnosa OSA di laboratorium tidur, sebanyak 84% pernah menyikut pasangan tidurnya. Menurunnya kadar oksigen darah yang timbul akibat proses obstruksi ini memicu periode bernafas cepat sebagai kompensasi, sehingga nafas pasien tampak terengah-engah saat tidur. Penurunan kadar oksigen dan pola nafas yang berubah-ubah kadang lambat (decresendo) dan cepat (cresendo) ini dapat memicu timbulnya nyeri kepala dimalam hari atau pagi harinya, mulut atau tenggorokan yang kering dipagi hari, gastroephageal acid reflux, dan sering kencing di malam hari. Gangguan kognitif / pola pikir, ingatan, perubahan psikologis & perilaku dapat pula terjadi pada OSA yang berat. Siapa yang rentan mengalami OSA?Prevalensi OSA di negara maju tidak diketahui secara pasti karena kebanyakan orang dengan OSA tidak menjalani pemeriksaan Polisomnografi dan tetap tidak terdiagnosa. Di Indonesia OSA bisa jadi merupakan suatu permasalahan kesehatan yang dilupakan karena pemeriksaan polisomnografi tidak umum tersedia di RS Indonesia. Obstructive Sleep Apnea diketahui sangat berhubungan erat dengan obesitas, dan terdapat hubungan langsung antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dan beratnya OSA (index AHI). Cara mengukur IMT adalah Berat(kg)/ Tinggi(m)2 dan nilai normalnya adalah 18.5-24.9 kg/m2. Studi populasi menemukan bahwa OSA ditemukan pada 1 dari 5 orang atau 20% orang dewasa dengan IMT antara 25 s/d 28 kg/m2, 40% pada mereka yang memiliki IMT 30, dan sangat umum ditemukan pada mereka yang memiliki BMI 40 (Partaluppi, 1997). Karena ada hubungan yang erat antara OSA dengan berat badan yang berlebih, bermacam kelainan metabolik, diantaranya obesitas abdominal, diabetes, dan dislipidemia juga lebih sering ditemukan pada mereka yang memiliki OSA. Walau demikian studi lainnya menemukan bahwa 30% pasien dengan OSA tidak memiliki berat badan berlebih. Faktor lain yang dapat memiliki pengaruh adalah lingkar leher yang lebar, rongga mulut yang kecil / rendah, tenggorokan yang sempit, ovula yang besar, rahang yang kecil (mikrognatia) atau mundur (retrognathia) dapat mengakibatkan OSA lebih rentan terjadi. Hal apa yang dapat dilakukan untuk mencegah OSA?Terdapat banyak hal yang bisa anda lakukan, terutama jika anda memiliko OSA yang ringan - sedang. Beberapa perubahan pola hidup dapat membantu mengurangi gejala OSA, hal tersebut antara lain :
Perubahan Cara Tidur
Terapi DefinitifHingga saat ini telah terdapat berbagai penelitian yang meneliti dampak berbagai macam obat-obatan yang diduga dapat membantu pengobatan OSA, namun tidak satupun yang terbukti efektif. Jika anda memiliki derajat OSA yang berat, semua cara diatas bisa jadi tidak banyak membantu, pada keadaan seperti itu obstruksi dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan positif saat anda tidur. Continuous positive airway pressure (CPAP) secara akut menghilangkan OSA, menghilangkan tekanan negatif dalam dada, mengurangi tekanan darah, serta detak jantung cepat pada penderita OSA, semua hal tersebut dapat membantu mengurangi afterload / beban kerja jantung (Tkacova, 1998). Pengurangan beban kerja jantung ini diikuti dengan perbaikan metabolisme oksidatif otot jantung (Yoshinaga, 2007). Hal ini tentunya memiliki dampak yang sangat baik terhadap jantung apalagi mereka yang memiliki sakit jantung. Sayangnya terapi ini bisa dikatakan tidak nyaman karena anda diharuskan untuk mengenakan sebuah masker yang menutupi hidung dan mulut anda. Tekanan positif yang diberikan harus disesuaikan dengan derajat obstruksi yang anda alami, jika terlalu rendah maka obstruksi tetap dapat terjadi, jika terlalu tinggi anda dapat merasa tidak nyaman dan jika dibiarkan dapat terjadi kerusakan faal paru (barotrauma) yang justru berbahaya. Karenanya peresepan terapi ini hanya dapat dibuat setelah diagnosa OSA tegak dan data tekanan CPAP yang sesuai berhasil diperoleh melalui pemeriksaan polisomnografi / studi tidur. Sebagai kesimpulan jika anda merasa atau pasangan anda memiliki keluhan mengorok dan memiliki beberapa gejala seperti yang saya sebutkan diatas, jangan dibiarkan karena kelainan ini dapat menimbulkan berbagai macam penyakit yang berbahaya. Jika cara diatas tidak membantu jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter anda dan mencari solusinya agar masalah anda tidak bertambah besar dikemudian hari. Semoga sedikit informasi yang saya berikan dapat bermanfaat untuk anda atau keluarga. Penggunaan CPAP saat tidur untuk menghindari terjadinya OSA.
|
Ikuti kami di FacebookMohon diingat:PenulisKontributor artikel kesehatan dalam website ini adalah dokter RSKC. Jika anda ingin berbagi tulisan silahkan klik tautan berikut. Arsip
March 2015
Kategori
All
Misi RSKCMemberikan layanan kesehatan berkualitas yang terjangkau & dapat diakses semua kalangan. Bantu kami mewujudkannya.
INGAT
Sakit tidak selalu harus disertai keluhan. Pastikan anda tetap sehat dimasa depan melalui pemeriksaan kesehatan rutin. Informasi lebih lanjut dapat dilihat pada tautan ini.
|
Alamat :
Jl.. Raya Cimareme No.235 Kec. Ngamprah Kab. Bandung Barat 40552 Email : [email protected] Telp : (022) 6866221, Front Office : 082281813333. Fax : (022) 6867821 |
© 2024 Rumah Sakit Karisma Cimareme